Penulis: Hotbonar Sinaga
Anggota Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sejak 2004

Dimuat di Harian Bisnis Indonesia Kamis 9 Februari 2017 hal 2 kolom OPINI

 

Sebagai mantan Anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan tahun 2013-2014 Penulis faham betul dedikasi Dewan Komisioner OJK petahana yang mulai berkiprah sejak 2012. Dalam kurun waktu empat tahun sejak beroperasinya OJK (2013-2016) banyak kerja nyata yang telah dihasilkan walaupun tentu saja seperti pepatah “Tidak ada gading yang tak retak”. Tanggapan dari industry jasa keuangan yang berada di bawah pengaturan dan pengawasan cukup beragam mengenai kinerja OJK. OJK selama ini telah menjalankan perannya secara optimal. Secara umum industry masih mempersoalkan masalah pungutan terutama dasar perhitungannya yang disusun dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah, dalam hal ini PP no. 11 tahun 2014 tanggal 12 Februari 2014.

Masa Jabatan Dewan Komisioner OJK

Seperti kita ketahui, masa tugas DK OJK petahana akan berakhir bulan Juli tahun ini. Berdasarkan UU no. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pemilihan dan penentuan calon anggota DK untuk diusulkan kepada Presiden dilaksanakan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk dengan Keppres paling singkat 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatan DK yang dalam hal ini adalah Januari 2017. Panitia Seleksi pemilihan DK OJK telah dibentuk dan pendaftaran bagi kandidat secara “on line” sudah dimulai dan akan ditutup tanggal 2 Februari 2017 pukul 24.00 WIB.

Proses Pemilihan Kandidat DK OJK

Panitia Seleksi yang diketuai Menteri Keuangan akan memilih dari sekian banyak calon (lebih banyak akan lebih baik) sebanyak 21 orang yang akan disampaikan kepada Presiden. Untuk setiap posisi DK akan dipilih 3 kandidat. Seperti diketahui terdapat 7 posisi yang akan dipilih masing-masing untuk posisi Ketua, Wakil Ketua, Kepala Eksekutif Perbankan, Kepala Eksekutif Pasar Modal, Kepala Eksekutif IKNB, Kepala Eksekutif Edukasi & Perlindungan Konsumen dan Ketua Dewan Audit merangkap anggota DK. Dari ke 21 nama calon tersebut, Presiden akan memilih 14 nama untuk diajukan kepada DPR. Dijadwalkan ke-14 nama tersebut sudah akan diajukan dalam bulan Maret 2017 dan DPR akan melakukan proses uji kepatutan. Dari ke-14 calon DK tersebut, Presiden mengajukan sebanyak dua nama untuk dipilih sebagai Ketua DK. Mereka yang tidak terpilih sebagai Ketua akan diikutsertakan untuk dipilih sebagai anggota DK oleh DPR. Dijadwalkan tanggal 21 Juli 2017 Presiden akan melantik 9 anggota DK termasuk 2 orang ex oficio yang mewakili Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.

Masukan Untuk Panitia Seleksi dan DPR

Panitia Seleksi sudah mengumumkan 107 nama yang lolos seleksi tahap satu termasuk para Petahana dan sebagian para Deputy dan mantan Deputy. Pansel mempunyai tugas yang tidak ringan untuk melakukan seleksi yang ketat. Saat ini dinanti masukan dari publik mengenai rekam jejak ke 107 kandidat yang telah lolos.

Sudah ada beberapa tulisan di media cetak maupun “on line” serta komentar dari pelaku industri jasa keuangan dan fungsionaris asosiasi saat ditanya media yang memberikan berbagai masukan, ditujukan kepada Panitia Seleksi secara tidak langsung. Tulisan ini juga ditujukan kepada Panitia Seleksi, Presiden yang memilih 14 nama kandidat maupun DPR yang melakukan seleksi untuk menetapkan ke-7 DK OJK. Perlu dijaga kesinambungan kebijakan, langkah-langkah dari DK periode 2012-2017 untuk diteruskan kepada para penggantinya. Kesinambungan ini dapat direalisir dengan mengusulkan ulang anggota DK Petahana atau memilih kandidat yang berasal dari dalam yang saat ini menduduki eselon pertama yaitu para Deputi termasuk yang sudah “pensiun” (usia 60 tahun) tapi masih memenuhi persyaratan usia (dibawah 65 tahun).

Banyak pelaku industri yang mengusulkan agar diberikan kesempatan kepada praktisi industry untuk dapat masuk ke dalam “short list” dan diajukan namanya kepada Presiden. DK OJK saat ini tidak satupun berasal dari pelaku industry jasa keuangan. Pansel DK OJK dapat mempertimbangkan usulan ini karena terbukti pimpinan Bank Indonesia (BI) saat ini dua orang diantaranya termasuk Gubernur BI adalah mantan praktisi dan selama ini missi BI telah dijalankan dengan sukses. Tentu saja praktisi yang dipilih diupayakan yang menguasai tidak hanya satu sektor, lebih bervariasi sektornya akan lebih efektif pengawasan yang dilakukannya kelak.

Usulan tersebut diatas bukan merupakan saran yang bersifat normatif. Satu masukan lagi yang penting dan vital adalah masalah integritas. UU OJK hanya memuat satu butir saja mengenai persyaratan Integritas bagi para calon yaitu dalam pasal 15 butir (b). Persyaratan ini tidak mudah untuk dideteksi oleh Pansel. Minimal telah disediakan sarana untuk menyampaikan informasi mengenai kandidat yang lolos pada tahap awal (seleksi administrasi) dan diumumkan kepada publik untuk dimintai pendapat maupun masukannya. Cara yang lain adalah dengan melibatkan PPATK (terkait transaksi keuangan calon) dan KPK (terkait LHKPN bagi Penyelenggara Negara atau mantan PN) serta juga laporan Intelijen. Para kandidat yang lolos seleksi administratif tidak perlu menandatangani pakta integritas. Dari pengalaman masa lalu, jangankan pakta ntegritas yang terkadang hanya seremonial, sumpah jabatan saja banyak yang dilanggar. Penyelenggara Negara yang melakukan tindakan tidak terpuji nampaknya acuh saja pada sumpah yang telah diucapkannya. Panitia Seleksi perlu menerapkan suatu Pernyataan yang bersifat mengikat disertai sanksi bila ybs melanggar pernyataannya.

Pasal 16 ayat (1) UU OJK mewajibkan semua DK OJK terpilih sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di hadapan Mahkamah Agung. Isi sumpah jabatan tersebut dicantumkan dalam ayat (2) pasal yang sama dan cukup “menyeramkan”. Seperti disebutkan sebelumnya, sebaiknya Pansel menyiapkan Pernyataan (SUMPAH) untuk dijadikan komitmen oleh para kandidat dengan kalimat yang lebih tegas dan nyata disertai sanksi. Kalimatnya harus disusun lebih “keras dan konkrit” sehingga siapapun yang mengucapkan dan / atau menuliskannya akan merinding bulu romanya. Hal ini terkait dengan INTEGRITAS. Ayat (1) pasal 16 tersebut di atas diucapkan setelah DK OJK terpilih. Pernyataan yang dimaksud Penulis disarankan wajib dituliskan dan diucapkan justru sebelum proses pemilihan yang masuk dalam “short list” dengan sanksi akan (bukan dapat) membatalkan keterpilihannya. Memang tidak mudah untuk merumuskan pernyataan tersebut namun Pansel sebaiknya mencari solusi “Wording” yang paling pas.

Sebaiknya kita memilih Penyelenggara Negara Yang Baik, bukan semata-mata kandidat terbaik.

 

Jakarta, Februari 2017
bonarhot@hotmail.com